gravatar

BENCANA DALAM RAGAM PANDANGAN (II)

Share/Bookmark

Tsunami Aceh tahun 2006
Diluar ketiga alam fikiran tersebut,hingga batas tertentu bencana juga melibatkan perspektif Ideologis atau politik,terutama yang terkait dengan perlaku elite dan Institusi-institusi pemerintahan,yang melahirkan tarik-menarik kebijakan dan langkah. Dalam konteks alam fikiran terdapat tiga pandangan manusia dalam mengkonstruksi bencana,yakni pandangan Mitologis,IlmuPengetahuan,dan Agama. Aspek Ideologi atau Politik dapat pula dimasukan,tetapi lebih banyak masuk kewilayah perebutan kepentingan,kendati terdapat pula basis pemikirannya yang tentu saja di Proyeksikan pada memenangkan kepentingan,sehingga realitas di Manikilasi oleh tafsur kepentingan.
    
Kita dapat menelaah bagaimana ketiga alam fikiran yang Dominan yakni mitos,Ilmu Pengetahuan, dan Agama tumbuh dan berkembang menjadi Sosiologi Pengetahuan (Sociology Of Kmowledge) dalam alam fikiran manusia baik sebagai individu maupun kolektif dalam memandang kenyataan hidup yang terjadi. Bagi gerakan-gerakan Islam seperti Muhammadiyah,pemahaman tentang alam fikiran manusia tersebut penting juga untuk memahami keragaman dunia pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat,sekaligus menjadi masukan bagi kepentingan Dakwah Islam. Bagaimana Dakwah Islam masuk kemsyarakat dengan terlebih dahulu memahami kondisi Sosial dan Alam Fikiran yang tumbuh serta berkembang dalam kehidupan mereka. Termasuk dalam konteks terjadinya bencana alam dalam kehidupan masyarakat.
 Pandangan Mitologis
      Ketika terjadi gempa dan meletusnya gunung merapi di DIY dan Jateng,muncul sejumlah mitos atau pandangan berdasarkan kepercayaan tertentu. Bahwa bencana tersebut terjadi karena penunggu Laut Selatan dan Gunung Merapi tidak berkenan,kemudian menumpahkan kemarahannya. Pendapat juga muncul,garis Imajiner yang menyatukan gunung merepi di Utara,kraton di tengah,dan pantai di selatan,kehilangan keseimbangannya. Karna itu,harus ada “sesajen”atau suguhan,harus ada “larungan”,agar para penunggu alam tersebut mau bersahabat dengan manusia,tidak marah lagi. Mbah Marijan bahkan selalu bilang, “Gunung Merapi itu tidak meletus dan jangan bilang ada Wedhus Gembel,njeblug,tapi mbangum”. Intinya,Merapi itu tidakmeletus,tetapi sedang membangun. Di Bantul muncul gerakan bikin “Janur Kuning”,katanya titah kraton,agar terhindar dari marabahaya,kendati kemudian dibantah pihak kraton.
     Pernah,setelah terjadi tsunami dan gempa di Aceh 26 Desember 2004,tidak lama kemudian beredar kabar bahwa akan terjadi bencana serupa di DIY. Maka,warga DIY ramai-ramai bikin sayur lodeh (jangan lodeh),sebagai tolak-bala. Ternyata,kala itu tidak terjadi bencana,dan sebagian warga DIY lega-hati. Muncul juga anggapan kuat pada sebagian penduduk yang percaya pada mitos,bahwa di DIY tidak akan terjadi bencana atau apa-apa yang menimpa buruk,karena ada kraton ngayoyakarta hadiningrat,karena ada kanjeng sultan. Bahwa kemudian terjadi bencana,maka para pendukung dan penganut mitospun tidak memiliki jawaban apa-apa untuk membantahnya.
      Di tengah gempa dan musibah tang beruntun itu, tidak mengherankan jika muncul berbagai “peramal tradisional” hingga ke paranormal untuk menberi tafsir dan prediksi. Bahkan adayang berani meramal, daerah tertentu akan terrendam atau tenggelam berdasarkan “temuan-temuan” sang peramalatau paranormal itu. Mitos selalu megkonstruksi alam dan seluruh kejadian berdasarkan “nalar mitologis” yang serba “supranatular”, bukan pada “nalar –rasional’’. Memang alam mengandung banyak rahasia tak terungkap, maka makin menyuburkan mitis bagi masyarakat tradisional.
      Awalnya mitos memang tumbuh dari kesenjangan manusia tradisional tang tak mampu membaca dmemahami berbagai rahasia alam semesta, kemudian mencandranya dengan lengenda dan berbagai mitos. Ketika penduduk yang tersesat arus di pantai Parangtritis yng ganas dan tidak ditemukan mayatnya, maka kesimpulan mitos ialah,Sang Ratu Nyi Loro Kidhul sedang “murka” atau “ngersake” (meminta tumbal ). Padahal temuan tim ITB (Institut Teknologi Bandung) menunjukan, bahwa laut pantai Selatan di pulai Jawa termasuk di Parangtritis Bantul, memiliki kecuraman/ kedalaman yang luar biasa, sehingga jika benda terseret arus, maka akan sulit untuk kembali. Mitos mencari penjelasan kerahasiaan atau kedahsyatan alam pada kekuatan “gaib” yang “menguasai alam” sedangkan ilmu pengetahuan mencaripenjelasan pada tabiat alam, dan orang Islam atau beragama menentukan penjelasan sekain pada objektivas alam juga pada kepada Allah.
      Karena itu mitos tumbuh dalam masyarakat yang tradisional , kurang mencerna ilmu pengetahuan, kurang memiliki referensi keagamaan yang luas, dan dihimpit oleh brbagai stuktur kehidupan tang membuat mereka tak berdaya dan kemudian mencari penjelasan berdasarkan nalar- tradisional yang selama ini menguasai merka. Al-Quran menyatakan, mengilustrasikan masyarakat pemyembahan berhala dan sjenisnya sebagai “wajadna min abaina”, kami temukan hal itu sebagaimana diwariskan oleh generasi sebelum kami”, artinya tradisi dan nalar-tradisional yang telah turun-menurun.
      Karena itu, mitos pun bamyak yang mengarah dan menjelma menjadi tahayul, khurafat, dan kemusyrikan. Tetapi sebagian mitos lebih karena keterbatasan nalar masyarakat tradisional dalam menyaksikan dan mengalami hidup dalam fenomena alam yang kompleks. Masyarakat  yang berada dalam alam pikiran mitos atau mitos atau mitologis, memiliki kedetakatan dengan alam sedemikian rupa. Mereka bahkan menyatu dengan alam, sehingga menurut van persuen, tak dapat mengambil jarak dari alam. Ada kelebihan, masyarakat tradisional menjadi menyatu dan bersahabat, bahkan selalu ingin harmoni dengan alam. Kelemahannya, melahirkan konstruksi TBC.
Pandangan ilmu pengetahuan
    Lain mitos,lain pula ilmu pengetahuan dalam menjelaskan fenomena alam yang kompleks,termasuk soal bencana alam.ketika terjadi gempa,longsor,gunung berapi,tsunami,dan bencana alam lainnya mencoba mencari penjelasan secara ilmiah berdasarkan fakta-fakta tabiat alam yang di kontruksikan oleh temuan-temuan ilmiah sebelumnya serta teori-teori yang di kembangkan secara sistematik.ketika terjidi gempa misalnya,para ahli geologi mencari penjelasan pada sejarah gempa dan menumpuhkan eneri bumi di lokasi  tertentu,kemudian menyanmpaikan indikasi dan predikasi mengenai gempa.begitu pula dengan gejala alam lainnya.karena itu,Sultan Hamengkubuwono X,pernah menyatakan bahwa dirinya lebih percaya pada ilmu pengetahuan ketimbang cerita-cerita berdasarkan kepercayaan tertentu mengenai gunung berapi.Hal itu di ungkapkan ketika betapa sukitnya menyakinkan penduduk untuk mengungsi karena lebih menuruti mbah Maridjan masih tetap bertahan di sekitar Merapi.
      Ilmu pengetahuan didukung teori dan teknologi yang canggih dapat menjelaskan terjadinya bencana secara lebih objektif,rasional,dan berdasarkan pada perilaku alam sebagaimana apa adanya (factual).bukan dengan cerita-cerita dan legenda.itulah ciri dari dari masyarakat modern.namun karena fenomena alam dan tingkah lakunya seringkali kompleks dan multifactor,maka ilmu pengetahuan pun belum sepenuhnya dapat menjelaskan bencana alam secara ideal dan menyakinkan.Bagaimana pun ilmu pengetahuan memiliki keterbatasan.kapan pastinya gempa,tsunami,gunung meletus akan terjadi.Ilmu pengetahuan hanya dapat memberikan indikasi dan prediksi,tetapi tidak bisa memastikan.seeksak apa pun ilmu pengetahuan,selalu memiliki keterbatasan,himggah Peter Polangy pernah menyatakan,“ketakterungkapan ilmu”,artinya banyak wilayah kehidupan yang tak sepenuhnya dapat dicandra atau dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
       Namun keterbatasan ilmu pengethuan bukan berarti kita harus menolak kebenaran ilmu pengetahuan dan lebih mempercayai mitos.Mitos pun dalam batas tertentu dapat di jadikan masukan untuk menangkap fenomena alam,terutama dari isi harmoni dan kearifan local.bencana alam dengan segala hal kaitannya dapat dijeleskan oleh ilmu pengetahuan,sedangkan mitos pada aspek tertentu sekadar jadi salah satu masukan mengenai kerasiaan perilaku alam.selebihnya sebagaimana manusia mengambil keputusan dan sikap.
       Di sinilah pentingnya orang-orang beragama memiliki kekayaan referensi dalam memahami dunia dan semesta kehidupan secara multidimensi dan menyeluruh.jikapara mubaliqh,tokoh islam,dan para ustadz hanya menggunakan rujukan agama secara sempit dan terbatas,lebih-lebih tidak di dukung referensi keilmuan,maka dengan gampang menjelaskan bencana alam secara terbatas pula,bencana hanya di maknai sebagai azab,tanpa meliht hakikat,tabiat,dan fakta alam secara menyeluruh.      
( sumber  Majalah SUARA MUHAMMADIYAH Tanggal: 1-15 September 2006)

Kalender

Banner Back Link



Untuk yang mau tukar & naruh banner seperti di atas tinggal copy & paste kode berikut

Bahasa

SMS Gratis

Pengikut